Wednesday 5 July 2017

Pasport Hilang Di Kamboja

24 Juni 2017 rasanya hari yang paling sial bagi saya. Saya dirampok kurang dari 1 jam saya tiba di Kamboja dari Vietnam dengan menggunakan bus. Awalnya saya sedang melakukan perjalanan backpacker dengan ketiga teman wanita saya ke 5 negara Asia Tenggara, dan Kamboja merupakan negara ke 3 yang akan kami singgahi.

Kami sampai sekitar pukul 22.00 di stasiu bus di kota Phnom Penh dan berjalan kaki ke guest house yang jauh-jauh hari sudah kami booking. Saat berjalan kaki di pinggir jalan raya besar tiba-tiba sebuah pengendara motor yang dinaiki 2 orang pemuda mencoba menabrak kami. Spontan kami yang berjalan beriringan dengan gerak refleks mencoba menghindar. 3orang teman saya menghindar ke depan dan saya sendiri menghindar ke belakang. Saat itulah tiba-tiba pengendaranya tersenyum kearah saya dan orang yang dibelakangnya mendorong badan saya kebelakang dan menarik tas selempang saya dengan keras. Saya terdorong kebelakang dan merasakan tas saya putus dan mereka langsung tancap gas. Spontan saya teriak minta tolong dan beberapa pengendara motor di jalan raya itu hanya diam tanpa melakukan hal apapun. Saya langsung terdiam, kaget dan shock. HP, kartu kredit, kartu debit, ATM raib seketika, dan yang paling menyesakkan adalah pasport saya juga ada didalam tas tersebut. Malam itu sudah menunjukkan pukul 11 malam, kami tidak tau wilayah disana dan memutuskan untuk ke guesthouse dulu baru kemudian melapor ke polisi setempat. Sesampai di penginapan saya mulai berpikir kera bagaimana caranya untuk memblokir semua kartu saya. Masalahnya entah apa yang merasuki hp teman-teman saya tapi tidak satupun berhasil menyambung ke zona Indonesia untuk menelepon call centre bank. Saya berpikir keras bagaimana caranya contact ke Indonesia agar kartu saya dapat di blokir. Akhirnya saya teringat kalau adik saya pernah melepon saya dengan video call FB, dengan semanagat saya kemudian mencoba fasilitas ini namun selang 15 menit tidak ada yang menjawab, karna memang waktu itu sudah pukul 1 subuh. Untungnya ada 1 teman saya yang terbangun dan call back saya saat itu juga. Saya girang bukan main dan meminta bantuannya untuk memblokir semua kartu kredit dan debit saya. Sampai disitu saya sedikit tenang. Namun saya semakin pusing ketika menyadari bahwa keesokan harinya adalah hari raya idul Fitri dan saya jadi ragu apakah Kedubes Indonesia di Kamboja menerima pengaduan atau tidak.

Akhirnya keesokan harinya sekitar pukul 6 pagi saya dan ketiga teman saya langsung naik tuk-tuk (semacam becak tradisional di Kamboja) dan minta diantarkan ke kantor polisi terdekat. Kantor polisi pertama kosong melompong, kami kemudian lanjut ke kantor pilisi yang ke dua dan statusnya sama, tidak ada orang. Sampailah kami di kantor polisi yang ketiga, sama saja... kantornya buka dan tetap tidak ada petugas disana. Akhirnya saya minta diantarkan ke kantor Keduber RI dan kami tiba tepat pukul 8, dan baru saja jadwal sholat Ied Idul Fitri selesai. Dari sekuriti yang ada disana saya mendapat konfirmasi bahwa staff kedubes sedang cuti bersama sampai tanggal 3 Juli sesuai dengan konfirmasi pemerintah pusat. Lutut saya langsung lemas... masa saya harus menunggu sampai tanggal 3 Juli untuk balik ke Indonesia? sementara saya sendiri sudah merasa muak berlama-lama di negara ini. Saya akhirnya bertemu dengan Bapak Simorangkir yang merupakan pejabat Konsulat kedubes disana. Saya dan teman-teman saya disambut dengan baik dan ramah sekali. Beliau kemudian meminta kami untuk membuat laporan polisi dahulu, sementara beliau sendiri masih harus melakukan pembukaan perayaan Idul Fitri di Wisma Kedubes RI untuk kemudian dibantu dibuatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Awalnya beliau menyuruh sopir kedubes yang merupakan warga negara Kamboja namun fasih berbahasa Indonesia untuk menemani kami namun sayangnya beliau ada janji ke airport pukul 9 pagi. Saya dan teman-teman saya kemudian diantarkan menaiki tuk-tuk lagi dan Pak Cantha (nama supir Kedubes RI di Kamboja) dan beliau kemudian bertukar nomor HP dengan pengemudi tuktuk untuk berbagi informasi.

Kami lalu sampai di kantor polisi yang diarahkan, namun sekali lagi kantor polisi yang satu ini pun sama, dalam kondisi tidak ada petugas sama sekali. Sekali lagi kami mencari kantor polisi dan kemudian kami menunggu polisi yang sedang berwenang. Sesampainya polisi tersebut kami diajak ke lokasi tempat kejadian perkara dan demi melihat lokasi tersebut, dia kemudian membawa kami ke kantor polisi lain dengan alasan bahwa lokasi kejadian tidak terjadi di wilayahnya melainkan di wilayah kantor polisi lain. Whaaaat....????

Di kantor polisi yang baru ini, saya kemudian dibonceng dengan menggunakan motor untuk benar-benar melakukan tinjau lokasi. Mulai dari stasiun bus yang kami naiki dari Vietnam, menulusuri jalan yang mengarah ke penginapan kami dan titik kejadian. Si polisi kemudian mengatakan bahwa, kejadian tersebut tidak berada di wilayahnya maka diapun mengantar saya ke kantor polisi yang baru. Haaaaaaaaahhhhh......!!!!!!

Akhirnya sampailah kami ke kantor polisi yang entah sudah ke berapa kali ini. Beberapa orang polisi dari beberapa kantor polisi yang sempat saya datangi tadi sempat sedikit cekcok menanggapi kemana seharusnya saya melapor. Fyi, mereka tidak bahasa Inggris dan hanya bisa menggunakan bahasa Khmer. Bayangkan komunikasi saya dengan bapak-bapak polisi itu dari pagi, saya hanya bisa menjelaskankan dengan menggunakan metode gambar atau bahasa tubuh. Emosi saya sudah diubun-ubun ketika pak Cantha kemudian tiba-tiba muncul dan mencoba membantu. Haaaaah... thanks God. Beliau kemudian yang menjadi penerjemah antara bahasa Khmer dengan bahasa Indonesia. Pak Cantha kemudian menjelaskan bahwa lokasi tempat kejadian itu harus dicari tau apakah ada di sebelah kiri atau kanan jalan dari posisi tertentu untuk kemudian diarahkan ke kantor polisi yang semestinya... capek deeeeh.....

Tibalah saatnya membuat laporan dan saya langsung lemas ketika melihat bahwa semuanya dilakukan hanya dengan menggunakan tulisan tangan alias manual. Jadi hanya ada sejenis form yang ditulis oleh petugas terkait pengaduan kehilangan saya.
Bagian ini yang paling ingin membuat saya benar-benar ingin menangis. Petugas polisi tersebut ternyata tidak bisa membaca menggunakan huruf latin. Contoh, jadi polisi akan menanyakan nama saya dengan bahasa Khmer ke pak Cantha. Pak Cantha menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Lalu saya menulis nama saya pada secarik kertas. Pak Cantha kemudian menulis nama saya dalam tulisan Khmer, dan petugas polisipun menuliskan nama saya kembali dengan huruf Khmer di formulirnya. Garuk-garuk asapal deh gw..... Setelah itu saya kemudian membayarkan $10 ke pihak polisi untuk membuat laporan tersebut agar ditandatangani oleh atasannya.
Proses lapor polisi ini akhirnya selama 4 jam. Saya kemudian mengejar lagi ke Kedubes untuk dibuatkan SPLP. Tadinya saya berharap masih bisa melanjutkan backpacker saya, namun SPLP hanya merupakan one way ticket untuk pulang ke negara Asal, bukan untuk berkunjung ke negara lain. Apalah daya, setelah diskusi saya akhirnya harus stay di Kamboja untuk menyelesaikan semuanya sementara teman-teman saya akan melanjutkan perjalanan. Sore harinya pak Simorangkir datang ke penginapan saya mengantarkan semua dokumen yang diperlukan untuk mengeluarkan visa exit saya. (saya sangat terharu dengan pengorbanan beliau ditengah-tengan minimnya para staff karna libur lebaran).
Mengingat komunikasi di kantor polisi yang berbelit-belit dan saya yang tiba-tiba parno dengan orang-orang Kamboja di jalanan, saya akhirnya menghubungi pak Cantha lagi untuk mendampingi saya ke kantor Imigrasi untuk mengurus visa exit saya. Saya shock dengan biaya yang harus saya selesaikan agar visa exit saya cepat selesai 1 x 24 jam, yaitu $50. Emosi saya rasanya sudah sampai diubun-ubun dengan semua tindakan korupsi di negara ini, tapi mau bagaimana lagi?

Keesokan paginya saya datang mengambil visa exit saya dan langsung ke Phnom Penh Airport padahal pesawat saya akan take off pukul 21.30 via Singapura. Saya sudah benar-benar muak dan tidak mau lagi berlama-lama di lingkungan negara ini makanya saya memutuskan lebih baik saya menunggu di airport berjam-jam saja.

Setelah transit di Singapura, keesokan harinya saya lanjut take off ke Jakarta Indonesia. Rasanya lega luar biasa ketika tiba di tanah air. Terus terang saya tidak kapok backpacker di luar negeri, namun ini semua memberikan pelajaran yang sangat berarti kepada saya.

Berikut beberapa hal penting yang teman-teman perlu persiapkan untuk jaga-jaga jika mengalami peristiwa yang saya alami diatas:

1. Ada baiknya semua dokumen penting di scan dan disimpan di google drive untuk mempelancar proses administrasi di KBRI. Dokumen penting itu adalah KTP, KK, Ijazah, Pasport dan akta lahir berikut foto ukuran pas photo juga. Jika kamu tidak memiliki back up soft file dokumen ini, dipastikan kamu akan mengalami kesulitan dalam membuat SPLP

2. Kalau memang berniat melakukan perjalanan ke luar negeri sebaiknya pasport di foto copy dulu dan disimpan di tempat terpisah sebagai antisipasi.

3. Tidak perlu panik ketika kehilangan pasport di LN. Intinya kamu harus membuat laporan ke pihak  kepolisian terlebih dahulu baru bisa membuat laporan ke kedubes RI setempat.

4. Perlakuan membuat visa exit di beberapa negara mungkin berbeda, tapi tetap harus mengikuti peraturan setempat bagaimanaprosedur membuat dokumen tersebut.

5. Idealnya setiap kita berkunjung ke negara asing kita harus melapor terlebih dahulu ke kedubes Indonesia setempat, untuk jaga-jaga jika ada kejadian yang tidak terduga terjadi. Kalau memang punya waktu luang silahkan untuk melapor ke kedutaan besar setempat.

Well semoga kisah ini bisa membantu ya...




No comments:

Post a Comment