Thursday 24 November 2016

Jangan Takut Untuk Berbeda... Berpikir Radikal... Lawanlah Arus itu...

uesday, 6 September 2016


Jangan Takut Untuk Berbeda... Berpikir Radikal... Lawanlah Arus itu...

Pernahkah kita berpikir, siapakah sebenarnya orang-orang terkenal itu? tokoh-tokoh yang mendunia itu? Pribadi-pribadi yang fenomenal dan melegenda itu? yang semuanya itu tak lekang oleh waktu, yang akan selalu dikenang karena efek yang mereka sebabkan. Apakah itu negatif atau positif. You just name it by yourself...

Tokoh agama: Nabi Muhammad, Yesus Kristus, Sidharta Gautama, Wisnu
Tokoh politik: Che Guevara, Saddam Husein, Nambela, Gandhi, Tan Malaka
Tokoh Filsuf: Karl Marx, Friedrich Engels, Sigmund Freud
Tokoh Spiritual: Mother Teresa, Dalai Lama, Ayatullah Ali Khamenei
Tokoh Ilmu Pengetahuan: Einstein, Thomas Alfa Edison...
Tokkoh Sastra: Shakespeare, Khalil Gibran, Leo Tolstoy, Ernest Hemingway

Semuanya.... mereka-mereka itu adalah orang-orang yang berani untuk berpikir dengan cara yang BERBEDA. Mereka tidak ikut arus, They're stick with their point of view about life... Mereka menganalisa, mempertanyakan, mengoreksi, berpikir, galau.... dan pada akhirnya mempunyai pendapatnya sendiri... percayalah kawan, cara berpikir seperti ini meminta energi yang sangat banyak, air mata, keteguhan, waktu yang tidak sebentar, bisa bertahun-tahun, belasan tahun bahkan berpuluh tahun. Tapi sekali sudah memutuskan pandangannya, kemudian menjadi prinsip hidup, mereka akan menjadi sangat teguh bahkan sanggup menggadaikan nyawanya. KERAS KEPALA... KEPALA BATU.... itulah sebutan untuk mereka.

Tapi bukankan otak yang ada dikepala kita seharusnya diajak berpikir demikian? bukankah memang seharusnya kita kritis dengan kehidupan kita? Tokoh agama kritis dengan spiritual maka terciptalah pemikiran-pemikiran indah tentang hubungan kita dengan sang pencipta yang kita sebut Tuhan. Tokoh politik kritis dengan dunia politik sehingga ada yang berpihak pada penderitaan kaum jelata bahkan ada yang berpihak pada cara politik kotor. Tokoh filsuf kritis dengan segala pandangan hidup didunia ini dan memperbandingkannya dengan analisa berpikir serta rasio. Tokoh ilmu pengetahuan kritis dengan yang terjadi di proses-proses alam semesta. Tokoh sastra kritis dengan imajinasi mereka mengenai kisah-kisah yang terinspirasi dari proses hidup.

Dari dulu, saya selalu mengagumi orang-orang yang eksentrik cara berpikirnya. Saya tidak terlalu peduli apakah mereka menjadi tersisih, dianggap gila, miskin dan freak... Saya mengagumi mereka karna mereka tidak takut untuk berpikir dengan cara mereka. Saya mengagumi mereka yang tidak ikut arus. Saya mengagumi mereka karna ditengah hingar bingar dunia ini, mereka berani untuk mundur dan merenungi semuanya sementara orang lain berbondong-bondong mengikuti arah arus hanya supaya dikatakan NORMAL dan WAJAR. Saya menghormati mereka karna mereka bersedia untuk menanggung rasa gelisah yang berkepanjangan demi sesuatu yang mereka yakini... Saya mengagumi mereka karena mereka tidak diperbudak oleh materi. Saya mengenal satu dari mereka, dia adalah teman saya, yang dulunya adalah rekan berpikir saya, jiwa yang sangat saya kagumi. Dia memiliki sifat yang radikal, liar, pemberontak, terlalu kritis, sekaligus baik hati, lemah lembut, periang, sangat cerdas, kulitnya putih, tinggi, gondrong dan sangat tampan. Saya memanggil dia abang karna memang dari segi usia dia lebih tua sekitar 3 tahun dari saya. Namanya Yohanes Giawa (Giawa adalah marga dari suku Nias).

Semasa kuliah saya sangat aktif di sebuah organisasi kepemudaan bernama PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia). Organisasi ini bertaraf nasional dan tergabung dalam International Movement of Catholic Student (IMCS). PMKRI memiliki cabang di hampir seluruh provinsi, nah abang Yohanes ini merupakan Ketua Presidium Cabang Nias tahun 2004-2006. Saya mengenalnya pada saat ada kegiatan Dies Natalis PMKRI Nasional  yang diselenggarakan di PMKRI cabang Pekanbaru Riau dimana saya menjadi anggota di cabang ini. Semua utusan dari seluruh provinsi Indonesia hadir di Pekanbaru untuk kegiatan tersebut dan saya kebetulan menjadi seksi acaranya. Selama hampir seminggu kegiatan, otomatis saya banyak bercengkrama dengan anggota lainnya termasuk dengan bang Yohanes. Banyak hal yang kami diskusikan. Saya tercengang-cengang dengan semua statement apapun yang keluar dari mulutnya. Saya terkesima bagaimana dia memandang hal-hal dari sudut pandang yang tidak pernah saya duga. Dari dia saya tau Tan Malaka, Karl Marx dan Che Guevara. Dari dia juga saya tau buku-buku aliran kiri yang dilarang peredarannya di masa order baru.
Setelah beberapa hari mengenalnya, saya baru menyadari kalau dia bertangan kidal, itupun saya sadar ketika melihat dia bermain gitar. Sebentar saja dia sudah menjadi bintang di acara tersebut yang memang karena opini-opini cerdasnya dan kebetulan dia memiliki tampang yang lebih dari lumayan juga hehehehehehe.... Setelah acara selesai, dia masih menghabiskan beberapa waktu di Pekanbaru yang pada waktu itu sempat saya kenalkan dengan teman-teman se kost saya. Dan mereka langsung mabuk kepayang demi melihat abang ini wkwkwkwkwkwkwkwk.... Yang membuat saya bertambah kagum adalah, dia sadar sesadar-sadarnya kalau dia secara fisik sangat menarik, ditaksir banyak wanita, dan otaknya sangat cerdas tapi sedikitpun dia tidak pernah bertingkah genit atau angkuh. Dia sangat sopan dan berperilaku gentleman kepada setiap wanita. Ya..... saya tekankan sekali lagi... kepada setiap wanita, tua, muda, yang genit kepada dia atau bahkan yang tidak perduli dengan keberadaannya.... dia sopan kesemuanya. Well, really kind of a gentleman....

Setelah dia pulang ke Nias, komunikasi kami akhirnya berlanjut melalui wadah telepon. Semakin saya diskusi dengannya, semakin saya terkagum-kagum padanya. Otak saya bekerja sangat keras untuk mengimbangi analisanya yang deep dan cemerlang. Melalui banyak percakapan saya sadari betapa kepala batu dan keras hatinya dia, yang sebenarnya istilah ini menunjukkan kalau dia adalah orang yang fokus, berprinsip, berjuang keras untuk hal yang dia inginkan  dan tidak neko-neko.

Beberapa waktu kemudian terjadi gempa bumi dan tsunami di Aceh dan merambat ke pulau Nias. Kami sebagai anggota PMKRI cabang Pekanbaru langsung berusaha kontak dengan abang Yohanes untuk mengetahui kondisinya dan rekan-rekan organisasi lainnya. Sangat disayangkan jaringan telepon dan listrik mati total disana sehingga kami tidak bisa berkomunikasi. Akhirnya 2 orang anggota sukarelawan dari PMKRI Pekanbaru berangkat ke Nias untuk membantu rekan-rekan disana sekalian mengetahui keadaan PMKRI Nias. Untungnya semua dalam keadaan baik, hanya saja mereka lebih membutuhkan bantuan yang bersifat pendampingan dan materil. Tak lama kemudian dari kampus saya mengadakan kegiatan KKN (kuliah kerja nyata) dan beberapa mahasiswa merekomendasikan untuk KKN ke Nias sekalian untuk melakukan aksi kemanusiaan ke pihak rektorat kampus. Begitu progran KKN ini disetujui, saya serta rekan-rekan pun berangkat ke Nias atas nama tugas kuliah.

Kondisi Nias pada waktu itu sangat menyedihkan, ibukotanya yaitu Gunung Sitoli benar-benar rata dengan tanah. Masih tercium bau anyir dan bau busuk korban gempa bumi. Tenda-tenda NGO dari beberapa negara asing masih terpasang, kegiatan-kegiatan recovery masih berlangsung, dan abang Yohanes terlibat sangat aktif disana. Beberapa hari setelah masa KKN selesai, saya dan teman-teman lainnya menghabiskan waktu di sekretariat PMKRI Nias. Pada waktu itu, saat diskusi kembali tentang banyak hal, abang Yohanes mengatakan bahwa cita-cita terdalamnya ingin menjadi seorang kepala desa di salah satu desa di Pulau Nias. Saya tercengang.... disaat anak muda lainnya bercita-cita ingin menerjang dunia diluar sana (termasuk saya), dia justru memilih tinggal di tempat asalnya bahkan ke tempat yang paling pedalaman. Alasannya pada waktu itu bahwa dia ingin melakukan perubahan dari tempat yang terkecil. Dia mengatakan akan menjadi petani dan akan banyak melakukan kegiatan yang membangun pola pikir orang-orang di desa. Dia bukan tipe orang yang anti kemapanan tapi dia adalah orang yang ingin melakukan perubahan. Saya kagum akan prinsip hidupnya dan saya belum pernah bertemu dengan orang seperti dia. Setelah masa jabatannya sebagai ketua PMKRI Nias selesai, dia menjadi pengurus pusat PMKRI di Jakarta. Menyelesaikan masa tugasnya di ibukota negara selama dua tahun dan akhirnya kembali ke Nias.

Bagi saya, dia adalah tokoh radikal dalam dunia nyata yang saya kenal secara langsung. Saya tidak tahu bagaimana keadaanya sekarang, namun saya berharap dia masih memperjuangkan apa yang menjadi cita-citanya. Tetap tidak takut untuk berbeda, berpihak kepada kaum marginal, dan terutama tetap menjadi inspirasi banyak orang. Dari dia saya belajar untuk menjadi diri sendiri, agar punya prinsip atas nama kebaikan, jujur, hidup sederhana dan peka secara sosial. Pola pikirnya dalam menghadapi hidup mengajarkan keseimbangan di saat saya berada di momen melankolis, materialistis dan tidak rasional. Kalau mengutip kata-katanya "Jangan sampai kebebasan berpikirmu diperkosa oleh hal-hal duniawi dan arus hidup".

Ada pepatah yang mengatakan "We don't meet people by accident. They are meant to cross our path for a reason". For that I'm really sure, the moment I met him, it happened only for good reason.
God bless him, always....

5 comments:

  1. Jumpa nya disini... :-)

    Salam

    Yohanes Giawa

    ReplyDelete
  2. Yaaaaa.... Tuhaaaaaaaan.... abaaaaaaang......!!!!!!!! Baru buka blog lagiii.... incase abang baca comment ini please reply segera ya baaang....

    ReplyDelete